Judi Hukumnya Haram Dan Disifatkan Sebagai

Sedekah dari Hasil Usaha yang Haram

Rizem Aizid dalam bukunya yang berjudul Di Bawah Naungan 'Arsy, menjelaskan bahwa sedekah menjadi haram jika diambil dari harta yang dihasilkan dengan cara haram seperti korupsi, pencurian, menipu orang lain, hingga bisnis narkoba.

Harta hasil tindakan-tindakan tersebut tidak boleh disedekahkan karena Allah SWT tidak akan menerima suatu sedekah dari usaha yang diharamkan. Nabi SAW bersabda,

"Siapa yang bersedekah setara dengan satu butir kurma dari hasil usaha yang baik, sementara Allah SWT tidak menerima kecuali yang baik, dan sesungguhnya Allah SWT menerima dengan tangan kanan-Nya, kemudian Allah SWT merawatnya untuk pemiliknya sebagaimana salah seorang di antara kalian merawat anak hewan ternaknya, hingga menjadi gunung." (HR Bukhari)

Bahkan jika ada seseorang yang bersedekah dengan harta haram, Rasulullah SAW mengatakan bahwa ia tidak akan diberi pahala. Ia justru akan memperoleh dosa.

Abu Hurairah RA meriwayatkan bahwa Rasul SAW bersabda, "Siapa saja yang mencari harta yang haram, lalu ia bersedekah dengan harta tadi, ia tidak akan mendapat pahala, tapi akan mendapat dosa atau siksa." (HR Ibnu Rajab)

MUI: Memberi dan Menerima 'Serangan Fajar' Hukumnya Haram

JAKARTA, MUI.OR.ID– Sehari jelang pemilihan umum (Pemilu) pada 14 Februari 2024, Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengingatkan masyarakat untuk mewaspadai adanya politik uang atau lebih dikenal 'serangan fajar'.

Ketua MUI Bidang Fatwa, Prof KH Asrorun Niam Sholeh menjelaskan, memilih pemimpin harus berdasarkan kompetensi. Pemimpin yang terpilih idealnya yang mengemban amanah demi kemaslahatan.

"Setelah mendengar visi misi calon dalam masa kampanye, saatnya kita kontemplasi dan memilih sesuai hati yang jernih, meminta pertolongan Allah SWT agar diberi pemimpin yang shiddiq atau jujur, yang amanah atau dapat dipercaya," kata Prof Niam dalam keterangan yang diterima MUIDigital, Selasa (13/2/2024) di sela-sela Rapat Pimpinan Harian rutin MUI di Aula Buya Hamka, Jakarta.

Prof Niam menambahkan, dalam memilih pemimpin juga didasarkan pada sifat tabligh atau kemampuan eksekusi, serta yang fathanah atau memiliki kompetensi.

Oleh karena itu, Prof Niam menegaskan, tidak boleh memilih pemimpin didasarkan kepada sogokan atau pemberian harta.

"Orang yang akan dipilih atau yang mencalonkan diri juga tidak boleh menghalalkan segala cara untuk dapat dipilih, seperti menyuap atau dikenal serangan fajar hukumnya haram," jelasnya.

Prof Niam menegaskan, praktik tersebut yang dikenal dengan serangan fajar hukumnya haram bagi pelaku maupun penerimanya.

Guru Besar Ilmu Fiqih Fakultas Syariah dan Hukum UIN Jakarta ini mengungungkapkan, para pelaku dan penerima serangan fajar juga hidupnya tidak berkah.

Prof Niam menyampaikan, Majelis Ulama Indonesia juga telah menetapkan Fatwa tentang Hukum Permintaan dan atau Pemberian Imbalan atas proses pencalonan pejabat publik.

Penetapan fatwa tersebut dalam Forum Ijtima Ulama Komisi Fatwa se-Indonesia di Banjarbaru, Kalimantan Selatan pada 2018.

Berikut isi ketetapan fatwa tersebut:

1. Suatu permintaan dan/atau pemberian imbalan dalam bentuk apapun terhadap proses pencalonan seseorang sebagai pejabat publik, padahal diketahui hal itu memang menjadi tugas, tanggung jawab, kekuasaan dan kewenanganya hukumnya haram, karena masuk kategori risywah (suap) atau pembuka jalan risywah.

2. Meminta imbalan kepada seseorang yang akan diusung dan/atau dipilih sebagai calon anggota legislatif, anggota lembaga negara, kepala pemerintahan, kepala daerah, dan jabatan publik lain, padahal itu diketahui memang menjadi tugas dan tanggung jawab serta kewenangannya, maka hukumnya haram.

3. Memberi imbalan kepada seseorang yang akan mengusung sebagai calon anggota legislatif, anggota lembaga negara, kepala pemerintahan, kepala daerah, dan jabatan public lain, padahal itu diketahui memang menjadi tugas dan tanggung jawab serta kewenangannya, maka hukumnya haram.

4. Imbalan yang diberikan dalam proses pencalonan dan/atau pemilihan suatu jabatan tertentu tersebut dirampas dan digunakan untuk kepentingan kemaslahatan umum.

(Sadam Alghifari/Azhar)

TRIBUNGAYO.COM - Belakangan ini marak dengan judi online dan slot dikalangan masyarakat.

Tak tanggung-tanggung perbuatan ini membuat seseorang menjadi lalai, malas bekerja hingga terlilit hutang dengan pinjaman online (pinjol).

Dalam hal ini, Majelis Ulama Indonesia (MUI) menegaskan judi online termasuk slot adalah perbuatan haram dan dilarang oleh ajaran agama Islam.

"Jumhur ulama mengatakan bahwa hukum main slot adalah haram karena slot dikategorikan sebagai judi online," ujar Sekjen MUI Amirsyah Tambunan dalam keterangan pers, Sabtu (22/6/2024).

Amirsyah mengatakan, judi adalah permainan yang mengandung untung rugi secara tidak jelas.

Agama Islam secara jelas melalui para ulama di Indonesia menyatakan bahwa judi adalah perbuatan dosa yang dilarang.

Selain itu, Amirsyah juga menyebut judi sebagai perbuatan yang merusak moral masyarakat.

"Judi juga dapat merugikan moral dan mental masyarakat, terutama generasi muda," imbuhnya.

Dia juga menjelaskan, judi online saat ini menjelma menjadi persoalan bangsa yang serius.

Fenomena ini membuat masyarakat menjadi ingin cepat kaya tanpa bekerja keras dan membuat banyak orang terjebak dalam perangkap judi.

"Ketika kekalahan demi kekalahan judi semakin menumpuk, banyak yang akhirnya mengambil langkah ekstrem dengan meminjam uang melalui pinjaman online," tutur Amirsyah.

Sebab itu, ia mengajak semua pihak untuk memerangi judi online bersama-sama.

Sebab, menurut dia, memberantas judi online bukan hanya tugas dari pemerintah, tetapi juga tugas kolektif masyarakat.

"Mari kita berantas bersama semua modus dan praktik perjudian dengan cara efektif dari hulu hingga ke hilir untuk mewujudkan umat dan bangsa yang bermartabat," pungkasnya. (*)

Artikel ini telah tayang di Kompas.com

Baca juga: Ada 40.642 Situs Judi Online Diblokir dan 5.982 Ditangkap, Kapolri akan Pecat Anggota yang Terlibat

Baca juga: Asyik Main Slot Judi Online di Warkop, Polisi Tangkap 2 Warga Aceh Tengah

Baca juga: Berantas Judi Online dan Konten Asusila, Kemenkominfo Ancam Blokir Telegram dan Twitter

Politik uang (money politics) dalam Pemilu kerap menjadi topik yang kontroversial. Praktik yang melibatkan distribusi uang atau barang kepada pemilih ini bertujuan untuk memengaruhi pilihan mereka demi keuntungan politik. Dalam Islam, fenomena ini setara dengan risywah atau suap, yang hukumannya jelas: haram.

Tidak peduli apa bentuk pemberiannya, apakah berupa uang tunai, barang, atau janji proyek, tindakan ini tetap dikategorikan sebagai suap dan haram dalam ajaran Islam. Suap, meski diberi istilah lain seperti hibah atau sumbangan, tetap dianggap dosa besar, terutama karena berpotensi merusak moral dan mental masyarakat.

Hal ini berdasarkan QS. Al-Baqarah ayat 188, Allah berfirman:

“Dan janganlah kamu makan harta di antara kamu dengan jalan yang batil, dan (janganlah) kamu menyuap dengan harta itu kepada para hakim, dengan maksud agar kamu dapat memakan sebagian harta orang lain itu dengan jalan dosa, padahal kamu mengetahui.”

Politik uang adalah bagian dari politik transaksional yang merusak keadilan pemilu. Fenomena ini memicu apatisme di kalangan masyarakat, yang lebih peduli pada imbalan langsung ketimbang kualitas pemimpin yang dipilih.

Dalam perspektif Islam, politik uang termasuk dalam bentuk kezaliman yang merusak kehidupan, sebagaimana dinyatakan dalam ayat QS al-Baqarah ayat 205, yang memperingatkan bahaya perilaku pemimpin zalim yang merusak tatanan sosial.

“Dan apabila dia berpaling (dari engkau), dia berusaha untuk berbuat kerusakan di bumi, serta merusak tanam-tanaman dan ternak, sedang Allah tidak menyukai kerusakan.”

Meski politik uang haram, penting untuk membedakan antara suap dan biaya politik sah. Biaya politik atau political cost yang diizinkan oleh undang-undang tetap diperlukan dalam kampanye. Ini meliputi pengeluaran untuk alat peraga kampanye seperti kaos, poster, dan baliho. Pengeluaran ini sah selama tidak melibatkan pemberian langsung kepada pemilih yang bertujuan memengaruhi suara mereka.

Penggunaan dana kampanye untuk upah atau imbalan tim sukses yang melakukan pemasangan alat kampanye, dibolehkan. Begitu pula, boleh masyarakat menyumbangkan bantuan finansial dan sejenisnya kepada tim pemenangan (bukan kepada pemilih) untuk membantu kampanye para calon. Selama tidak ada unsur suap dalam bentuk janji atau pemberian langsung yang ditujukan untuk membeli suara, kegiatan ini tidak tergolong sebagai politik uang yang diharamkan.

Dengan demikian, perbedaan tegas antara suap (politik uang) dan biaya kampanye yang sah harus dipahami oleh masyarakat. Di satu sisi, politik uang adalah praktik yang merusak, sementara di sisi lain, biaya kampanye adalah bagian dari proses demokrasi yang sah selama dijalankan dengan transparansi dan integritas.

Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah, “Hukum Politik Uang (Money Politics)”, Majalah Suara Muhammadiyah Edisi 1-15 Maret 2024.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Permainan claw machine atau capit boneka menjadi salah satu gim favorit anak-anak hingga orang dewasa. Gim bisa dimainkan dengan memasukkan koin yang sebelumnya ditukarkan dengan uang.

Satu koin, misalnya, bisa didapatkan dengan menukar uang Rp 1.000. Cara mainnya adalah menggerak-gerakan stik pengendali cakar pencapit untuk diarahkan agar dapat mengambil boneka atau hadiah lain yang terdapat di bawahnya.

Hadiah yang berhasil dicapit bisa dimiliki oleh pemain. Permainan ini sangat sulit karena boneka yang dijepit mudah lepas.

Ketika sudah lepas, maka diperlukan koin lagi untuk mulai permainan. Namun, bagaimana hukum fikih permainan claw machine?

Dilansir Islam NU Online pada Selasa (16/5/2023), hukum permainan ini pernah dibahas Pondok Pesantren As-Salafie Babakan Ciwaringin Cirebon, Forum Musyawarah Pondok Pesantren se-Jawa dan Madura, (FMPP) pada 10-11 September 2022. Pembahasan menghasilkan pandangan bahwa hukum bermain wahana capit dengan mesin (claw machine) adalah haram karena mengandung unsur spekulasi (ma’nal qimar).

Spirit dalam permainan tersebut adalah mendapatkan boneka, bukan menyewa fasilitas. Tidak ada akad yang bisa menjadi solusi dalam praktik wahana capit. Pemerintah wajib menertibkan dan memberikan edukasi pada masyarakat terkait transaksi bisnis yang tidak merugikan salah satu pihak (qimar).

Sedekah dengan Maksud Riya

Bersedekah dengan tujuan duniawi seperti ingin dipuji orang lain atau pamer (riya), ini juga termasuk jenis sedekah yang dilarang atau haram hukumnya. Hal ini karena dapat melukai perasaan orang yang menerima sedekah tersebut.

Selain itu, riya dalam bersedekah juga mampu menghapus pahala sedekah itu. Sebagaimana firman Allah SWT dalam Surat Al-Baqarah ayat 264,

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا لَا تُبْطِلُوْا صَدَقٰتِكُمْ بِالْمَنِّ وَالْاَذٰىۙ كَالَّذِيْ يُنْفِقُ مَالَهٗ رِئَاۤءَ النَّاسِ وَلَا يُؤْمِنُ بِاللّٰهِ وَالْيَوْمِ الْاٰخِرِۗ ... - 264

Artinya: "Wahai orang-orang yang beriman, jangan membatalkan (pahala) sedekahmu dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti (perasaan penerima), seperti orang yang menginfakkan hartanya karena riya (pamer) kepada manusia, sedangkan dia tidak beriman kepada Allah dan hari Akhir."

Politik Uang Yang Dilakukan Caleg, Haram Hukumnya

News Room, Selasa ( 31/03 ) Umat Islam harus berhati-hati terhadap sedekah politik (Money Politic), yang banyak dilakukan oleh para Calon Legislaif (Caleg) saat ini. Sebab, apa yang diberikan oleh para caleg tersebut, bukan murni sedekah yang ikhlas, namun karena ada kepentingan, agar memilihnya sebagai anggota legislatif. Jadi memberi bukan karena benar-benar ingin membantu, namun lebih condong kepada upaya sogok. Hal tersebut disampaikan Prof. Dr. KH. Imam Mawardi, MA pada pengajian peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW, di Masjid At-Taqwa Desa Parsanga Kecamatan Kota Sumenep, Selasa malam (30/03). Menurutnya, kalau memang ingin memberikan sesuatu kepada orang lain, seharusnya tidak dilakukan pada saat ketika dia memiliki kepentingan politik. “Uang haram itu namanya, jika pemberian bernuansa kepentingan dan iming-iming kepada masyarakat. Justru, saya salut kepada masyarakat yang berani menolak pemberian yang dilakukan oleh para caleg. Itu tandanya lebih memilih untuk memelihara dirinya dari sesuatu yang subhat untuk masuk kedalam tubuhnya,”tegasnya dihadapan ribuan umat, yang datang tidak hanya dari Desa Parsanga. Diakui da’i kocak ini, saat ini banyak Caleg yang mendekati para tokoh ulama dan masyarakat untuk mencari dukungan. Karena itu, menurut cendikiawan asal Sumenep ini, para ulama juga diharapkan tidak mudah percaya, dan memilih calon wakil-wakil rakyat tersebut dengan hati nurani, dan bukan karena iming-iming yang ketika sudah duduk di kursi dewan, hanya melambaikan tangan tanda good bye. “Carilah pemimpin yang meniru sifat-sifat Rasulullah, yang memikirkan umat dan melakukan kebaikan hanya semata-mata karena Allah SWT. Dan bukan berharap sanjungan dari orang lain,” tandasnya lagi. Kiai Imam mengajak Umat Islam untuk memperbaiki kualitas kehidupan dalam keluarga dengan khsanah Islam. Memberi contoh dan tauladan yan baik bagi anak, istri dan lingkungan sekitarnya. Sebab, semakin hari keimanan mulai tergerus oleh perkembangan jaman yang semakin maju. Sehingga kadang jamaah masjid hanya tinggal beberapa shaf, bahkan ketika sholat Subuh yang tinggal beberapa orang saja. “Marilah kita semarakkan ayat-ayat Allah SWT, kita agungkan nama Rasulullah sebagai suri tauladan serta penyelamat bagi umatnya. Raihlah kebahagiaan dunia dan akhirat, agar murka Allah tidak meimpa kita semua karena seringnya kita berbuat kemungkaran dimuka bumi ini,” pungkasnya diamini oleh seluruh yang hadir malam itu. ( Ren, Adjie )

Menjelang Pilkada biasanya terjadi serangan fajar. Istilah ini merujuk pada praktik politik uang yang dilakukan beberapa jam sebelum pemungutan suara. Dalam perspektif Islam, politik uang dikenal sebagai risywah atau suap. Tindakan ini secara tegas diharamkan dalam Al-Qur’an dan hadis Nabi Muhammad SAW.

Dalam literatur Islam klasik, seperti Lisan al-Arab dan Mu’jam al-Wasith, risywah didefinisikan sebagai pemberian yang bertujuan membatalkan kebenaran atau menegakkan kebatilan. Dalam konteks politik, risywah berarti pemberian dalam bentuk apa pun yang ditujukan untuk memengaruhi pilihan pemilih agar mendukung calon tertentu.

Hukum Islam memandang risywah sebagai dosa besar. Firman Allah dalam QS al-Baqarah (2): 188 menegaskan,

“Dan janganlah kamu makan harta di antara kamu dengan jalan yang batil, dan (janganlah) kamu menyuap dengan harta itu kepada para hakim, dengan maksud agar kamu dapat memakan sebagian harta orang lain itu dengan jalan dosa, padahal kamu mengetahui.”

Larangan ini diperkuat dengan hadis Rasulullah SAW yang berbunyi,

“Rasulullah saw. melaknat orang yang memberi suap dan yang menerima suap” [HR Abu Dawud no. 3580 dan al-Hakim no. 7066]. Kata “laknat” menunjukkan betapa beratnya dosa ini dalam pandangan Islam.

Dalam konteks pemilu, politik uang bukan hanya melibatkan pemberi dan penerima, tetapi juga pihak-pihak lain yang mendukung atau membiarkan praktik ini terjadi. Bahkan, penyuapan tetaplah haram meskipun diberi nama hibah atau sumbangan, atau meskipun dilakukan dalam nominal kecil. Praktik politik uang yang menggunakan dana publik juga termasuk tindak kejahatan besar karena melibatkan pelanggaran amanah rakyat.

Kerusakan yang ditimbulkan oleh politik uang tidak hanya bersifat material, tetapi juga moral. Masyarakat menjadi apatis, hanya peduli pada keuntungan sesaat tanpa memikirkan dampak jangka panjang. Fenomena ini sejalan dengan peringatan Allah dalam QS al-Baqarah (2): 205,

“Dan apabila dia berpaling (dari engkau), dia berusaha untuk berbuat kerusakan di bumi, serta merusak tanam-tanaman dan ternak, sedang Allah tidak menyukai kerusakan.”

Kerusakan moral akibat politik uang memperlihatkan pengabaian terhadap nilai-nilai kejujuran, amanah, dan keadilan, yang menjadi pilar utama keberlangsungan masyarakat.

Menyikapi serangan fajar sebagai bagian dari politik uang, masyarakat Muslim harus memahami bahwa keterlibatan dalam praktik ini, baik sebagai penerima, pemberi, maupun pendukung, berarti turut serta dalam perbuatan dosa besar.

Untuk membangun demokrasi yang bersih dan bermartabat, setiap pihak harus berkomitmen menolak segala bentuk politik uang. Kesadaran kolektif ini menjadi langkah awal untuk menghentikan siklus kezaliman yang ditimbulkan oleh praktik ini. Firman Allah dalam QS al-Ma’idah (5): 2,

“Jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan permusuhan. Bertakwalah kepada Allah, sungguh, Allah sangat berat siksaan-Nya.”

Bunyi ayat di atas berisi peringatan untuk menghindari tindakan yang merusak kepercayaan publik. Karenanya, praktik risywah berpotensi besar menciptakan pemimpin yang tidak amanah. Penting bagi umat Islam untuk menjadikan pemilu sebagai momen memperkuat nilai-nilai moral, bukan sekadar ajang transaksional.

Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah, “Hukum Politik Uang (Money Politics)”, Majalah Suara Muhammadiyah Edisi 1-15 Maret 2024.

Sedekah termasuk amal sholeh yang dianjurkan dalam Islam. Pada dasarnya, bersedekah hukumnya sunnah tapi ada juga jenis sedekah yang tergolong wajib. Di sisi lain, sedekah bisa berubah menjadi haram hukumnya karena sejumlah hal.

Anjuran sedekah salah satunya dimuat dalam Surat Al-Hadid ayat 7, Allah SWT berfirman:

اٰمِنُوْا بِاللّٰهِ وَرَسُوْلِهٖ وَاَنْفِقُوْا مِمَّا جَعَلَكُمْ مُّسْتَخْلَفِيْنَ فِيْهِۗ فَالَّذِيْنَ اٰمَنُوْا مِنْكُمْ وَاَنْفَقُوْا لَهُمْ اَجْرٌ كَبِيْرٌ - 7

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Artinya: "Berimanlah kepada Allah dan Rasul-Nya serta infakkanlah (di jalan Allah) sebagian dari apa yang Dia (titipkan kepadamu dan) telah menjadikanmu berwenang dalam (penggunaan)-nya. Lalu, orang-orang yang beriman di antaramu dan menginfakkan (hartanya di jalan Allah) memperoleh pahala yang sangat besar."

Begitu juga dalam berbagai hadits. Rasulullah SAW bersabda mengenai anjuran sedekah, keutamaan melaksanakannya, hingga ganjaran yang diperoleh bagi yang bersedekah.

Namun, ada jenis sedekah yang berhukum haram lantaran hal tertentu. Sejumlah hal ini pula membuat sedekah yang dilakukan justru memperoleh kecaman bahkan dosa. Lantas, apa saja bentuk sedekah yang dilarang dan hukumnya haram dalam Islam?

Sedekah dengan Barang Haram

Selain sedekah dari harta hasil cara yang dilarang, sedekah dengan barang atau benda yang haram juga tidak diperbolehkan.

Mengutip buku Fiqh Muamalat karya Abd. Rahman Ghazaly, barang haram di sini yakni haram secara zat seperti daging babi. Maka hukum bersedekah dengan benda tersebut menjadi haram.

Sedekah kepada Ahli Maksiat

Selanjutnya, jenis sedekah yang haram adalah sedekah yang diberikan kepada orang yang senang bermaksiat. Yang mana harta sedekah yang diberikan memungkinkan bisa digunakan untuk melakukan maksiat seperti judi, mabuk, maupun zina.

Jika seseorang menyedekahkan harta kepada orang tersebut, maka sedekat itu bisa menjadi haram.

Nah, itu tadi sederet jenis sedekah yang hukumnya haram karena sejumlah hal tertentu. Jadi, penting bagi kita untuk mengetahui tata cara hingga adab bersedekah dengan baik agar amal yang diperbuat dapat diterima oleh Allah SWT.

Jenis Sedekah yang Hukumnya Haram

Sejumlah sedekah ini haram hukumnya lantaran disebabkan oleh beberapa hal.